1. Hubungan yang sedari awal perkenalan hingga ke jenjang berikutnya terjadi dalam bentuk jarak jauh, baru bersatu setelah menikah dan salah satu pihak mengikuti pasangannya ke tempat lain.
2. Hubungan di mana perkenalan dan kemudian memutuskan untuk merajut kasih terjadi dalam tempat yang sama, tapi kemudian harus berpisah sementara karena salah satu pihak harus pindah ke tempat lain. Entah karena tugas kerja, studi di luar, dll.
Bila Anda terpaksa mengalami salah satu dari kasus LDR tersebut, apakah respon Anda?
Dulu,
ketika belum memiliki pasangan alias jomblo, ketika mendapat pertanyaan
tersebut, saya rasa saya akan memilih putus. Karena saya tidak cukup yakin
dapat mempertahankan hubungan, terutama rasa saling percaya, yang merupakan
kunci utama LDR.
Tapi siapa
sangka, saya malah harus mengalami LDR tipe yang pertama! Padahal hubungan saya
dengan pasangan saat itu baru berjalan beberapa bulan. Mengingat hubungan yang
baru saya jalin masih muda, saya pun memberanikan diri untuk tetap melanjutkan
hubungan jarak jauh tersebut. Saat itu, saya hanya bisa menjalani dengan pasrah
dan tidak terlalu berharap apakah LDR ini bisa bertahan atau tidak.
Banyak
rintangan yang saya hadapi di awal-awal LDR, krisis kepercayaan pernah terjadi,
apalagi yang namanya pertengkaran. Pada masa itu, pikiran untuk menyerah juga
muncul, tapi suara hati saya yang lain mengatakan, “Jangan menyerah! Ini hanya
ujian kecil.” Sama dengan yang dilakukan oleh pasangan saya, kami berdua
sama-sama berusaha mempertahankan hubungan dan saling percaya satu sama lain.
Komunikasi tetap intens sehingga masing-masing mengetahui kegiatan satu sama
lain. Tanpa terasa, sekarang sudah memasuki 7 bulan hubungan kami.
Perjalanan kami masih panjang, semoga dapat berakhir bahagia dan berlanjut ke
tahap selanjutnya.
Menjalani
LDR benar-benar bukan tantangan yang mudah. Saya belajar banyak hal dari LDR ini.
Belajar menghargai dan percaya pada pasangan, serta menjaga komunikasi, saling
jujur, dan terbuka. Kekurangan LDR adalah selain tidak bisa sering bertatap
muka, kita juga tidak bisa mengetahui “adat” dan tabiat asli dari pasangan.
Sejujur dan seterbuka apapun pasangan, pasti ada hal-hal kecil seperti
kebiasaan yang tidak dapat kita ketahui. Ketika ada kesempatan untuk bertemu,
waktu yang ada harus benar-benar dimanfaatkan seberkualitas mungkin.
Dari
pengalaman ini, saya merasa bahwa keinginan untuk tetap bersama alias KOMITMEN di kedua belah pihak paling
menentukan keberhasilan suatu hubungan. Dari keinginan
tersebutlah, muncul sikap-sikap dan nilai-nilai positif seperti bersikap jujur,
terbuka, dan setia.
Sebelum
memutuskan menjalani LDR kita harus yakin bahwa pasangan kita bisa dipercaya
(kasarnya: liat model orangnya dulu, model lurus apa model playboy), meski
sebaiknya juga jangan menaruh harapan terlalu tinggi, karena tidak ada yang
bisa menerka isi hati orang lain. Jika ternyata gagal, akan terasa sangat
sakit. Saya merasa lebih baik menjalaninya apa adanya saja, jangan terlalu
banyak berprasangka buruk yang akhirnya malah merunyamkan hubungan. Serahkan
semua ke alam semesta. Jika kami memang harus dipersatukan, alam semesta akan
mewujudkannya. Jika gagal, maka kita perempuan layak mendapatkan suami terbaik.
Saya sangat percaya akan pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya
akan jatuh juga. Jika pasangan kita berbohong, cepat atau lambat kita akan
mengetahuinya.
Ingat 5K
ala Hitman System, Komitmen,
Kepercayaan, Komunikasi, Kompromi, dan Keintiman. Semua 5K
berurutan harus ada dari awal sampai akhir. Komitmen menyebabkan pasangan jadi
memiliki kepercayaan, kepercayaan menyebabkan komunikasi, dan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar